Rahim Pengganti

Bab 46 "Kamu Harus Bertahan"



Bab 46 "Kamu Harus Bertahan"

0Bab 46     

Kamu Harus Bertahan     

Della segera menarik tangan suaminya untuk bisa jauh dari sang mertua. Tidak ada satu hal pun, yang membuat Mama Ratih dan Della rukun. Wanita paruh baya itu, sudah lelah dengan sikap menantu pertamanya yang tidak pernah mau menurut.     

"Kita pulang Siska, Mama jadi khawatir dengan kondisi Caca," ajak Mama Ratih. Melihat sang Mama beranjak, Bian segera menyusul.     

"Mau kemana Ma?" tanyanya.     

"Mama pulang aja. Kasihan Caca, lagi hamil ditinggal apa lagi katanya kurang sehat, gimana bisa sehat kalau tinggal sama Della. Udah kamu di sini aja, awasin istri kamu itu," ucap ketus Mama Ratih.     

"Gue harap loe sadar Mas," ucap Siska.     

Bian hanya bisa menatap kepergian ibu dan adiknya tanpa bisa mencegahnya, hal itu terjadi helaan napas berat terdengar jelas.     

***     

Sepanjang perjalanan Mama Ratih tidak henti hentinya sibuk mengomel, Siska yang mendengar hanya mampu meringis saja.     

"Mas kamu itu, di pelet apa sih sama itu perempuan. Udah bener dari awal, Mama gak setuju eh masih aja di nikahkan. Mama tuh, kesal jadi nya sama Bian, gak ada kesusahan sama Della. Nikah udah lama, eh gak hamil hamil. Sekalinya hamil keguguran, apa yang mau jadi ibu. Kalau gak mau kenapa nikah," gerutu Mama Ratih.     

"Kamu juga. Kalau mau cari calon, minta restu sama Mama. Biar berkah, apa kurangnya Carissa, udah untung punya istri seperti Caca. Udah baik, sopan, perhatian, pokoknya segalanya. Eh malahan milih wanita ular itu, Mama pusing kalau lihat Bian yang seolah lupa dengan Caca kalau udah sama Della."     

"Namanya juga cinta Ma," celetuk Siska.     

"Cinta apaan. Gak ada cinta cintaan, kalau emanh cinta gak mungkin Della gak mau berusaha punya anak. Kalau cinta juga gak mungkin dia lebih memilih pergi dengan teman temannya yang gak jelas," jawab Mama Ratih.     

Siska hanya bisa diam, gadis itu tidak tahu harus bersikap seperti apa lagi. Sudah lelah dirinya mendengar ucapan yang sang Mama. Mobil yang dikendarai oleh, Siska terjebak macet hal itu semakin membuat Mama Ratih kesal.     

Dua puluh menit, mobil yang di Kendari oleh Siska masuk ke dalam komplek perumahan Bian. Terlihat banyak orang yang berlarian, ke sana kemari hal itu semakin membuat Mama Ratih khawatir.     

"Ini ada apa ya Ka. Kok ramai ramai bawa, ember emang mereka mau ke mana," ucap Mama Ratih.     

"Siska juga gak tahu Ma. Sepertinya ada kebakaran di dekat sini, jadinya warga komplek berusaha untuk membantu," ujar Siska.     

Mendengar hal itu semakin membuat, Mama Ratih tidak tenang, wanita itu segera membuka kaca mobil dan memanggil warga yang lewat.     

"Pak ... Pak, sini dulu. Itu kenapa kok ramai?" tanyanya.     

"Loh ibu Ratih. Itu rumah Pak Bian kebakaran, semua orang sedang berusaha menyelamatkan Mba Caca masih terjebak di dalam sana," ujar Bapak tersebut. Mendengar membuat Mama Ratih syok, Siska segera membawa mobilnya menuju rumah Bian. Dengan segera Mama Ratih turun dari mobil menuju ke arah rumah yang sudah banyak warga berkerumun.     

"Carissa. Bagaimana keadaan menantu saya," ucapnya dengan air mata yang mengalir sangat deras.     

"Mba Carissa sedang di selamatkan Bu. Di dalam apinya sangat besar, sehingga petugas kesulitan," jawab seorang warga mendengar hal itu membuat Mama Ratih semakin histeris, Siska segera mendekat ke arah sang Mama.     

Bi Sumi dan Bi Susi ikut menangis, kejadian ini begitu cepat sehingga mereka tidak mengerti dengan semuanya.     

***     

Di dalam sana, Caca sedang berusaha menarik napas panjang. Mencoba untuk berjalan, dengan panas ruangan yang sangat membakar.     

"Tolong ... tolong ... tolong," ucapnya. Carissa sudah tidak kuat lagi, wanita itu sudah banyak menghirup asap.     

Carissa sudah tidak kuat lagi, wanita itu terduduk di lantai napasnya sudah naik turun. "Mas ... Mas Bian, tolong aku," pekiknya dengan nada tertahan. Hingga kesadaran Carissa berkurang, membuat wanita itu menutup matanya.     

"Ca ... Carissa bangun, kamu harus bertahan," ucap seorang pria. Pria itu lalu mengendong Carissa, membawanya keluar dari kepungan asap yang begitu tebal.     

****     

Dari arah parkiran, Bian sudah berlari dengan sangat kencang. Pria itu sangat syok dengan apa yang terjadi, bagaimana tidak sang Mama menelponnya dengan nada menangis dan juga histeris, Bian tidak peduli lagi dengan urusan kantor dia segera pergi seorang diri menuju rumah sakit.     

Napas Bian masih tersengal sengk ketika, melihat sang Mama duduk di depan ruang UGD dengan air mata yang mengalir sangat deras, bukan hanya Mama nya tapi Siska juga di sana. Gadis itu ikut menenangkan sang Mama untuk tetap berdoa demi kesembuhan Carissa.     

"Ma!!" panggil Bian. Mama Ratih beranjak dari duduknya, lalu menatap ke arah sang anak     

Plak!!!     

Sebuah tamparan mendarat dengan baik di pipi, sang anak Bian hanya bisa terdiam mendapatkan hal itu, sudut bibirnya mengeluarkan darah segar, menandakan bahwa tamparan yang dilakukan oleh Mama Ratih itu sangat kuat dan kencang.     

"Gara gara kamu, Carissa bisa seperti ini. Mama tidak akan membiarkan kamu hidup dengan layak, kalau sampai menantu saya terjadi apa apa," bentak Mama Ratih. Mendengar bentakan tersebut membuat Bian semakin terdiam. Pria itu menatap ke arah pintu ruangan UGD beberapa suster berlari masuk ke dalam sana.     

Dua puluh menit berlalu, seorang dokter kelaur dari dalam sana. Melihat hal itu Mama Ratih segera mendekatinya, terlihat jelas raut wajah khawatir tercetak dengan jelas.     

"Bagaimana keadaan menantu saya dokter?" tanya Mama Ratih.     

Dokter tersebut, menghela napasnya berat. Dokter muda itu menatap ke arah, Mama Ratih dan Siska serta Bian secara bersamaan.     

"Jika saja, terlambat nyawa pasien pasti akan melayang. Untunglah orang yang membawanya tadi segera datang tepat waktu, saat ini pasien masih harus berada di ruangan nya kami harus melakukan observasi. Untuk kondisi pasien sudah lebih baik," jawab dokter tersebut.     

Helaan napas lega terdengar sangat jelas, Mama Ratih berucapkan terima kasih kepada dokter tersebut, begitu juga dengan Bian. Setelah dokter itu pergi, Bian mencoba untuk masuk namun, dihalangi oleh Mama Ratih.     

"Mau kemana kamu?" tanya Mama Ratih dengan nada dingin.     

"Bian mau lihat Caca Ma. Bian pengen tahu, bagaimana keadaan Caca dan anak Bian," ucapnya dengan menahan sesak di dalam dada.     

"Masih ingat kamu dengan istri dan anak? Saya kira kamu tidak ingat lagi, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini. Saya muak melihat wajah kamu, saya tidak mau membuat menantu kesayangan saya celaka," ucap Mama Ratih.     

"Please Ma. Izinkan Bian, untuk melihat bagaimana keadaa Carissa. Bian berhak Ma, Bian itu suaminya Caca," ucap Bian.     

Namun, Mama Ratih tetap dengan pendiriannya. Wanita itu melarang Bian untuk masuk ke dalam ruangan Carissa bahkan Siska yang biasanya tidak bisa menolak kali ini menatap tajam ke arah sang Abang.     

"Mas Bian tega!!" ucap Siska.     

Mendengar ucapan tersebut semakin membuat Bian terpukul, pria itu memukul dinding hingga tangannya menjadi memar. Bian juga berteriak melampiaskan amarahnya yang udah ingin meledak.     

"Arggghh!!!" pekik Bian.     

###     

Hallo. Selamat membaca kisah mereka, terima kasih buat kalian semua yang sudah selalu setia dengan kisah Bian dan Carissa. Semoga terhibur, oh yaaa jangan lupa batu kuasanya yaaa. Love you guys, sehat terus buat kalian semuanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.